Menjelajah Madura Lewat Jalur Selatan

Seperti orang Jawa Timur (selain Madura) pada umumnya, saya hanya mengenal Madura dari Bebek Sinjay-nya yang terkenal itu. Maka dari itu, ketika teman saya mengajak untuk mengeksplor sisi Timur Madura dari jalur Selatan, saya sangat tertarik untuk menjelajahi sisi lain Madura yang belum banyak dikenal orang.

Perjalanan kami mulai dari Surabaya, sehingga untuk menuju pantai Timur Madura, diperkirakan membutuhkan waktu sekitar 4 jam. Kami berangkat sekitar pukul 5 pagi, dan sampai di Pantai pertama, Pantai Slopeng, sekitar pukul 9 pagi, sudah termasuk 1 kali perhentian untuk membeli makanan dan ke kamar kecil. Jalurnya sangat mudah, tinggal belok kanan setelah melintasi jembatan Suramadu, dan mengikuti jalan besar di jalur Selatan yang melintasi 4 kabupaten di Madura: Bangkalan - Sampang - Pamekasan - Sumenep.

Perjalanan kami lalui dengan lancar, dengan kecepatan sekitar 40-60 km per jam. Jalan yang dilalui pun relatif datar dan rata, kecuali di Sampang yang sedikit naik turun dan berbelok-belok. Kesan yang kami tangkap dari perjalanan ini, kabupaten di Madura cukup makmur, dan setiap kabupaten memiliki alun-alun kota yang bagus dan tertata rapi. Kabupaten yang paling besar adalah Sumenep - walaupun ini juga merupakan kabupaten terjauh dari pulau jawa, bila diukur dari infrastruktur, objek wisata, dan ukuran alun-alunnya. Setelah kami konfirmasi ke seorang teman yang orang Madura asli, ternyata kesimpulan kami ini benar. Hal lain yang menarik adalah, tidak semua orang Madura fasih berbahasa Indonesia. Oleh karena itu, kami beberapa kali mengalami kesulitan dalam bertanya arah kepada warga setempat, terutama ketika sedang tidak berada di area kota. Namun dengan sedikit bahasa Tarzan dan Google Maps, kami dapat mencapai tempat tujuan dengan selamat.

Fokus dalam perjalanan kali ini adalah Sumenep, karena terdapat 2 pantai berpasir putih dan makanan khas Madura. Pantai pertama yang kami datangi adalah Pantai Slopeng. Pantai Slopeng berpasir putih dan halus, meskipun memiliki garis pantai yang tidak terlalu lebar. Kebanyakan orang menikmati pantai Slopeng dengan duduk-duduk di bawah pohon Cemara Udang dari atas bukit yang berada persis disebelah pantai. Pohon Cemara Udang ini ternyata hanya terdapat di Pulau Madura dan Cina. Selain Cemara Udang, hal menarik lainnya adalah pohon palem yang cukup banyak ada di pantai ini. Untuk orang yang gemar naik kuda, di pantai ini terdapat joki kuda yang akan mengantarkan pengunjung menyusuri pantai.

Pantai Slopeng, Sumenep


Deretan Pohon Cemara Udang di Pantai Slopeng, Sumenep - Madura

Pantai kedua yang kami datangi adalah Pantai Lombang (baca: Lombeng). Berbeda dengan Slopeng, Pantai Lombang memiliki garis pantai yang lebih lebar dan panjang. Mungkin karena itu juga, pantai ini lebih ramai dan lebih banyak orang yang berenang di pantai. Pantai Lombang ini juga berpasir putih dan memiliki joki kuda bagi pengunjung yang ingin menaiki kuda. Sayangnya, toilet di pantai ini cukup jelek dan kotor. Kami jadi mengurungkan niat untuk bermain air di pantai.

Suasana sore hari di Pantai Lombang, Madura

Setelah puas bermain di pantai, kami ingin mencoba makanan khas Madura, yakni Campor. Campor ini semacam lontong sayur tapi ada bihun, tulang muda sapi, dan rasa kacang yang kental di kuahnya. Menurut info di internet dan warga sekita, Campor yang enak ada di jalan menuju Makam Raja Asta Tinggi. Tidak sia-sia kami mencari Campor ini, karena rasanya sangat enak!

Campor, salah satu makanan khas Madura

Setelah perut kenyang, sebenarnya ada 1 pantai lagi yang ingin kami kunjungi, yaitu pantai Talang Siring di Pamekasan, yang juga menjadi lokasi Vihara Avalokitesvara, Vihara terbesar di Madura. Namun sayang, kami tidak melihat tanda penunjuk Pantai ini di perjalanan pulang sehingga kami kelewatan 15 km. Karena hari sudah mulai sore, kami memutuskan untuk melanjutkan ke wisata selanjutnya, yaitu Api Tak Kunjung Padam, yang sering kami jumpai di buku IPS jaman SD dulu.

Api Tak Kunjung Padam ini ternyata hanyalah semacam gas alam yang bocor dan oleh pemerintah daerah setempat diberi pagar yang mengelilinginya. Api ini tidak padam meskipun hujan turun. Jika pasirnya digali, api akan menjadi sedikit lebih besar, dan padam jika pasir ditimbun diatasnya. Kira-kira seperti ini penampakannya:
Api Tak Kunjung Padam

Hari beranjak gelap sehingga kami hanya bisa melengos ketika membaca plang pantai Camplong. Mungkin lain kali kami harus ke Madura lagi untuk mengeksplor kumpulan Pulau di Pantai Timur Madura yang dinamakan Resort Islands dan ke dua pantai yang belum sempat kami kunjungi: Talang Siring di Pamekasan dan Camplong di Sampang.

Komentar