Mari kita mulai dengan sebuah pertanyaan.. What is a person? Apa yang membuat seorang manusia menjadi manusia? Apakah tujuan hidup kita? Bagaimana kita mempersiapkannya? Pertanyaan ini akan menggiring kita kepada dunia pendidikan saat ini. Apakah yang dicari saat kita memasukkan anak kedalam sekolah? Sebagian besar orang menganggap bahwa anak harus masuk ke sekolah yang bagus, mendapat nilai yang bagus, untuk kemudian bisa diterima di perusahaan yang bagus dan hidup sejahtera sampai akhir hayat. Sekolah tidak diciptakan untuk mempersiapkan knowledge dan skill anak dalam menghadapi kehidupan.
"Mengamati lemahnya karakter sebagian besar generasi muda,mau tidak mau mencuatkan kegelisahan dalam diri kita. Apa yang salah dengan sistem pendidikan selama ini? Kita mendapati konsep pendidikan yang ada terlalu didominasi oleh filsafat materialistik dan utilitarian, sehingga membuat sekolah-sekolah hanya menyiapkan anak menjadi pekerja dan pencari nafkah, tetapi tidak berhasil mendidik karakter mereka menjadi luhur." (Philosophy of Education- p.20)
Kaitan antara Sekolah dan Industri
Setelah perang dunia pertama, ekonomi dunia hancur. Hal ini mengakibatkan seluruh negara berlomba-lomba meningkatkan produksinya sehingga kebutuhan akan pekerja pun meningkat. Sekolah didirikan untuk mengakomodasi hal ini. Anak-anak dipersiapkan untuk memiliki skill yang dibutuhkan dalam dunia industri agar dapat menggerakkan roda perekonomian. Mereka tidak dipersiapkan untuk menghadapi kehidupan. Anak dituntut untuk sekolah di sekolah yang bagus, mendapat nilai yang bagus, agar kelak bisa mendapat pekerjaan yang bagus di industri. Mereka seperti robot dan mudah tergantikan. Banyak dari mereka tidak tahu visi mereka di dunia. Hal ini dikritik habis-habisan oleh CM. Beliau mengingatkan akan hakikat manusia sebagai insan kamil, mahluk yang sempurna. Maka dari itu, seharusnya anak diberikan ajaran yang sesuai dengan kitab suci, sehingga akhirnya akan menjadi mahluk yang berkepribadian luhur atau magnanimity. Tujuan pendidikan seharusnya menjadikan anak memiliki imajinasi yang berbudaya, supaya mereka dapat menentukan visi hidup mereka. Mereka harus memiliki kemampuan menilai dan menimbang yang terlatih. Mereka juga harus pandai menempatkan diri, serta memahami kelebihan diri untuk meningkatkan kebagiaannya dan dapat membantu sesamanya. Magnanimity berarti tahu tidak hanya mencari nafkah hidup, namun juga tahu bagaimana caranya hidup. Agar dapat mendidik anak menjadi mahluk magnanimity, diperlukan sebuah visi keluarga, yang disepakati dan dijalankan seluruh keluarga.
Children are born persons
What is a person? Ada yang beranggapan bahwa anak itu seperti kertas kosong, yang harus kita tulis dengan hal-hal yang indah-indah. Namun Charlotte Mason, dalam butir pertama filosofi pendidikannya berpendapat bahwa "Children are born persons". Anak merupakan sebuah pribadi yang utuh. Anak bisa sedih dan senang, seperti kita orang dewasa. Anak itu unik, fearfully and wonderfully made. Hal ini terhubung dengan butir kedua filosofi CM yaitu..
They are not born either good or bad, but with possibilities for good and for evil
Tugas kita adalah membantu memunculkan potensi-potensi baik didalam dirinya. CM sangat "anti romantisme" yang berpendapat bahwa anak harus selalu bahagia, tidak boleh terluka. Orangtua harus menumbuhkan "habit of obedience" dalam diri anak. Anak harus taat tanpa kata nanti. Orangtua tidak boleh menjadi otoriter, tidak boleh membuat peraturan yang tidak konsisten. Hukum yang berlaku adalah hukum kebenaran, orangtua dan anak harus taat kepada hukum ini.
Mendidik dengan Kurikulum yang Kaya
Bagaimana cara mendidik anak menjadi pribadi yang magnanimity? Pendidikan karakter adalah yang paling penting. Orangtua juga harus menyajikan kurikulum yang kaya, agar anak menjadi lebih bijak dengan banyaknya relasi pengetahuan yang dimiliki. CM kurang setuju dengan konsep specialist, manusia lahir dengan minat dan bakat yang beragam. Specialist adalah hasil dari tuntutan industri, agar dapat meningkatkan efisiensi. Jaman dulu orang membuat keseluruhan part dari kereta kuda. Sekarang, untuk membuat sebuah mobil, setiap spare part didatangkan dari pabrik yang berbeda-beda.
Mendidik anak akan menjadi proses yang panjang. Ibaratnya ini seperti membangun rel. Kita membangun rel secara perlahan, satu demi satu, supaya nanti ketika anak besar, dia bisa dengan mudah menuju tujuan dengan rel yang telah kita upayakan.
Semangat mendidik karakter anak-anak kita!
-Webinar perdana kelas "Dasar Pendidikan CM" oleh Mbak Ayu Primandini.
-Podcast CMIndonesia berjudul "Persekolahan dan Minat Bakat dalam Perspektif CM"
-Buku "Cinta yang Berpikir" karya Ellen Kristi
Komentar
Posting Komentar
Thank you for reading this, your comments means a lot to me. For ASAP answer, you can poke me on my Instagram @vannyerliana :)