What is the city but the people? - William Shakespeare
Seorang teman mengeluh mengenai
panas Jakarta hari ini. Seorang teman menimpali, dia terpaksa naik taksi ke
tempat kami berkumpul, karena sudah terlalu terlambat dan putus asa menanti
antrian Dukuh Atas yang terkenal ramai itu. Yang lain bercerita tentang
bagaimana metromini yang dia naiki dengan mudahnya berpindah lajur meskipun
harus menaiki pembatas jalan (dan kembali menaiki pembatas jalan untuk kembali
ke lajur awal) hanya untuk mendahuli sesama metromini didepannya. Pendengar-pendengar
lain kemudian menimpali pengalaman2 mereka menaiki transportasi umum di
Jakarta.
Saya kemudian teringat tentang
sebuah artikel yang saya baca, tentang bagaimana warga Jakarta relatif jarang
mengeluh terhadap transportasi umum yang mereka miliki. Walaupun saya datang
dari kota yang diklaim sebagai kota metropolitan kedua setelah Jakarta, tapi
saya tidak harus setiap hari menghadapi kombinasi dari macet, pengemudi
ugal-ugalan, panas, polusi, dan klakson yang memekakkan telinga. Saya, dan beberapa
teman pendatang lainnya, mempertanyakan hal yang sama: bagaimana orang2 Jakarta
tahan, hidup seperti ini sepanjang usia mereka?
Mereka sadar atas konsekuensi
pilihan mereka. Itulah yang terlintas di benak saya.
Mereka sadar, mereka memilih
hidup di Jakarta dimana relatif lebih mudah untuk mencari uang. Mereka sadar,
untuk hidup disini, mereka harus menempuh resiko-resiko ini setiap hari. Dan
karena mereka menginginkan hal ini, mereka beradaptasi. Karena bisa beradaptasi
dan sadar atas konsekuensi pilihan mereka, mengeluh tentu bukanlah output yang
dihasilkan.
Lalu segala macam teori
berkecamuk di pikiran kami. Ada yang mengusulkan untuk memindah ibu kota. Ada
yang mendambakan walikota yang bisa menata Jakarta. Ada pula yang pesimis
terhadap keteraturan kota ini dan ingin segera pergi dari sini. Argumen
dilontarkan dan debat semakin menghangat. Tapi apalah yang bisa dilakukan
sebagai anak muda naif dan idealis seperti kami? Mungkin dalam taraf ini hanya
bisa meminimasi kemacetan dengan setia menggunakan alat transportasi umum
(dengan tidak mengeluh tentunya). But only God knows what we are capable of,
years ahead J
Komentar
Posting Komentar
Thank you for reading this, your comments means a lot to me. For ASAP answer, you can poke me on my Instagram @vannyerliana :)