Hari kedua dimulai setelah
sarapan. Karena kemarin Pak Abu tidak merekomendasikan kami untuk datang ke
Danau Kaolin di siang hari, kami sepakat untuk memulai kunjungan hari ini ke
Danau Kaolin. Danau ini sebenarnya adalah bekas penggalian pasir Kaolin
(kuarsa) yang dibiarkan berlubang, kemudian diisi oleh air hujan. Walau
terbentuk secara tidak sengaja, tapi perpaduan air, cahaya, dan pasir Kaolin
membuat Danau ini indah sekali. Aktivitas penambangan pasir dengan alat berat
masih dilakukan, disisi lain, bukit pasir Kaolin yang telah menjadi danau
merupakan pemandangan yang cocok untuk pre
wedding.
Danau Kaolin : Bekas galian yang indah
Setelah puas berfoto ditengah terik matahari dan melihat proses penambangan pasir, kami beranjak ke Gantong, kota di Timur Belitung. Perjalanan yang ditempuh cukup jauh, 63 km, yang hanya kami tempuh sekitar 45 menit, thanks to Pak Abu dengan skill menyetirnya yang yahud. Tempat pertama yang kami kunjungi adalah replika SD Muhammadiyah Gantong yang digunakan untuk syuting film Laskar Pelangi. Sekolah Muhammadiyah tempat Ikal dan teman-temannya yang asli sudah dirubuhkan dan diganti dengan bangunan yang lebih modern. Replika sekolah ini sangat realistis, dan membuat miris bila membayangkan anak-anak Laskar Pelangi dulunya bersekolah di tempat seperti ini. Bisa dilihat di foto betapa bersahajanya tempat ini, bahkan salah satu dindingnya harus diganjal dengan Batang pohon supaya tidak rubuh.
Replika sekolah Muhammadiyah
Dari replika SD ini, kami menuju ke Museum Kata Andrea Hirata, masih di Gantong. Museum kata ini merupakan sebuah konsep museum yang menarik. Bangunannya hanya berupa rumah Belanda yang ditata sedemikian rupa sehingga tampak welcoming dan menarik. Sebagai seseorang yang suka membaca, tempat ini merupakan surga bagi saya. Kutipan-kutipan kalimat dari buku, foto-foto pemeran Laskar Pelangi dalam film, penghargaan-penghargaan yang diterima, menyatu dengan properti dan struktur ruangan. Banyak sudut menarik yang dapat dijadikan objek foto. Saya baru tahu jika Buku Laskar Pelangi telah diterjemahkan ke berbagai bahasa dan masing-masing memiliki cover yang berbeda. Cukup bangga juga jika mengetahui karya bangsa kita dikenal secara internasional.
Museum kata: Surprisingly menarik!
Sebenarnya hanya 2 tempat itu
yang menjadi itenary kami di Gantong.
Namun Pak Abu yang sangat mengenal Belitong menawarkan kami untuk mengunjungi
rumah keluarga Ahok beserta tempat pembuatan batik keluarga, serta berkunjung
ke Bendungan Pice yang terdapat di salah satu scene film Laskar Pelangi. Meskipun terlihat sama saja dengan
Bendungan-bendungan yang pernah saya lihat, tapi pengalaman mengunjungi scene film cukup menarik.
Bergaya di bendungan
Tak terasa waktu sholat magrib
hampir tiba. Pak Abu dan Robby akan sholat jumat, jadi kami pun bertolak Ke
Manggar. Jarak Gantong-Manggar sekitar 22 km. Di perjalanan, kami sempat
melewati rumah keluarga Yusril Ihza Mahendra. Spanduk tentang Yusril banyak
terpampang di jalan menuju ke rumahnya. Ternyata Belitung Timur merupakan
tempat tinggal banyak orang hebat, mulai dari Andrea Hirata, Ahok, sampai Yusril.
Tanpa mereka, kami mungkin tidak akan memasukkan Belitung Timur sebagai bagian
dari itenerary kami.
Sebelum sampai di Manggar, kami
mampir sebentar ke Pantai Lalang. Pantai pasir putih yang biasa saja, namun
sepi dan tenang. Jika tidak datang tengah hari, sepertinya asik menghabiskan
sore disini dengan bermalas-malasan dan membaca buku. Kami berhenti di resto
Fega, karena Pak Abu dan Robby harus segera menemukan masjid terdekat untuk
sholat jumat. Pemandangan di resto ini cukup apik, meski rasa makanannya
standar menurut saya. Namun memang susah menemukan tempat makan yang enak di
Belitung Timur, mungkin bisa menjadi lahan bisnis? J Disini kami mencoba Gangan
ikan, masakan khas Belitung berupa ikan yang dimasak dengan bumbu kari. Rasanya
enak dan segar, cocok dimakan siang-siang.
Ikan + Kari + Nanas = Gangan
Setelah makan, Pak Abu membawa kami ke Pantai Serdang (lagi-lagi tempat yang belum ada di itinerary kami, thanks to Pak Abu). Ini pantai tempat orang pacaran dan anak muda. Sebelum sampai di pantai, kami harus melewati hutan pinus. Pantainya cukup standar, karena hujan mulai turun, kami hanya berputar-putar sebentar kemudian kembali. Tempat yang dituju berikutnya adalah Warkop Atet. Tempat ini sangat terkenal, banyak referensi di internet yang menyarankan kami kesana. Perlu diketahui juga bahwa Manggar terkenal dengan kota 1001 warung kopi. Disini banyak sekali warung kopi, mengingatkan saya tentang Gresik. Warung kopinya pun sebenarnya cukup modern, tidak pantas disebut warung. Kopinya memang enak, apalagi ditambah susu kental manis yang melengkapi rasanya. Penampakannya seperti ini:
Suasana di warkop Atet
Setelah “on” karena kopi, kami
membeli kopi khas Manggar di Sumber Kopi. Harga disini lebih murah daripada di
toko-toko lainnya, dengan merek kopi yang cukup terkenal di Manggar. Kemudian
kami menuju ke Kampit, tempat kuil Dewi Kwan Im. Kuil ini terletak di bukit,
dan meriah dengan warna merah khas kuil:
Merah: Warna khas kuil
Setelah puas berkeliling, kami
menuju ke pantai burung mandi, tak jauh dari lokasi kuil. Pantainya berpasir
putih dan cukup appealing. Namun
karena hujan mulai turun, kami sepakat dan memilih untuk melihat pantai Bukit
Batu, yang menurut Pak Abu merupakan milik keluarga Ahok. Namun karena pantai
ini tertutup untuk umum dan belum dikelola, maka konon pantai ini lumayan
angker. Sayangnya, karena sudah sore, gerbang masuk ke hutan untuk mencapai
Bukit Batu telah ditutup dan penjaganya sudah pulang.
Dari Kampit, kamu menuju ke
Tanjung Tinggi, Belitung utara agak ke Barat. Pantai ini merupakan signature Belitung, karena sangat
familiar dan terkenal sejak peluncuran film Laskar Pelangi. Sayangnya kami
datang ketika sudah cukup sore dan air mulai pasang. Jika datang disaat air
surut, pasir putihnya akan terlihat dan kita bisa puas bermain pasir disini.
Tapi tak apa, karena Pak Abu hafal pantai ini dan menunjukkan spot-spot terbaik
untuk menikmati pantai ini. Perjalanan di pantai cukup seram karena kami harus
melewati batu-batu yang cukup licin. Sekali lagi, kami takjub dengan besarnya
batu-batu di Belitung dan bagaimana mereka bisa sampai disini.
Pantai Tanjung Tinggi in a Glance
Kemudian kami menuju pantai Tanjung Kelayang untuk menikmati sore. Lagi-lagi Pak Abu menunjukkan kami spot-spot menarik untuk melihat sunset. Sayangnya, sunset tertutup awan sehingga kami memutuskan mencari spot lain untuk melihat sunset.
Spot awal untuk melihat sunrise
Di perjalanan, kami melewati
pantai Tanjung Binga. Daerah ini terkenal akan durennya. Namun sayangnya kami
datang ketika duren tidak musim. Kemudian kami menuju ke Bukit Berahu, pantai
yang dilengkapi dengan restoran dan hotel di dekatnya.
Sunrise tertutup awan
Malam ini dihabiskan dengan makan
empek-empek dan tek wan di Jalan Sriwijaya. Rumah makan yang kami tuju tutup,
maka kami makan disini. Untuk rasa, so-so lah, tidak terlalu recommended. Kami pun menghabiskan malam
dengan belanja oleh-oleh untuk keluarga, kemudian kembali ke hotel untuk
bebersih dan bertukar foto sambil membicarakan hari yang cukup panjang ini.
Kami tidak sabar menunggu besok!
Empek-empek dan tekwan yang biasa saja
mau no kontaknya Mr Abu...plis
BalasHapusBisa ditinggalkan emailnya mas, nanti saya email balik. Nggak enak masang nomor telp di dunia maya :)
BalasHapusmau no kontaknya P. Abu yaaa mbak, ke gracia168@gmail.com
BalasHapusTerimakasih
mau kontaknya ya mbak, tolong ke dear_misstere@yahoo.co.id. thanks a lot before
BalasHapusmba boleh minta kontaknya Pak Abu? ke ribka.rwijaya@gmail.com
BalasHapusthanks yaa
halo Mba, minta nomer HP pak Abu ya..
BalasHapusbisa dikirim ke email tatamifta@gmail.com
makasih :)